17 September 2011


PHILOSOPHICAL EXPLANATION ON MATHEMATICAL
EXPERIENCES OF THE FIFTH GRADE STUDENTS
By Marsigit
Department of Mathematics Education, Faculty of Mathematics and Science, 
the State University of Yogyakarta

Ikhtisar Oleh
Aris Kartikasari
Struktur analisis hermenetik yang disampaikan oleh Greimas, menunjukkan adanya hubungan interelasi antara guru dan siswa.
 Dari diagram Greima, siswa berperan sebagai subjek berada di tengah dari proses belajar-mengajar matematika. Sedangkan guru sebagai “sender” atau pengirim, dan juga sebagai pendorong siswa dalam belajar.
Transaksi antara siswa dan guru akan terjadi apabila terdapat motivasi dari siswa. Selain itu masalah-masalah yang dalam diagram adalah ‘constrain’ harus ada dalam pembelajaran matematika agar siswa dapat menemukan solusinya. Sedangkan ‘anti-subjek’ akan muncul apabila ada masalah yang sangat ekstrim terjadi di kelas.
Menurut bapak Marsigit sebagai penulis, menyatakan bahwa ada beberapa konsep penting dalam pembelajaran matematika, yaitu terdiri dari: 1) epistemis kesetiaan 2) adanya pembentukan masalah 3) hubungan antara fitur dari perangkat dan pengetahuan target, 4) sesuatu yang obyektif, 5) keterlibatan siswa, dan 6) aksesibilitas.
K. stacey , dkk, menyimpulkan bahwa epistemis kesetiaan, yang ia sebut 'kasih sayang ganda'. Dia menyatakan bahwa apa yang mempengaruhi kepekaan kita adalah 'objek fenomenal', Selanjutnya dia menyatakan, yang merujuk kepada Kant, bahwa sensibilitas adalah kapasitas untuk menerima representasi di mana kita dipengaruhi oleh objek.
Dari dua sudut pandang kita dapat belajar bahwa meskipun ada persamaan tentang hubungan antara subyek dan obyek pembelajaran, namun tidak dapat diidentifikasi apa yang dimaksud dengan 'ukuran kualitas pemetaan analogis antara fitur bahan dan pengetahuan domain target ', kecuali bahwa untuk mengkategorikannya  dapat dilakukan dengan sangat baik, baik, memuaskan dan tidak memuaskan.
‘Aksesibilitas' adalah kumpulan atau faktor psikologis yang timbul dalam penggunaan materi oleh siswa tetapi tidak spesifik untuk siswa tertentu (ibid. hlm 2001).
Dari perbedaan pengertian mengenai aksesibilitas, para ilmuan mendapatkan dua model pembelajaran, yaitu LAB dan MAB. Siswa dalam kelompok MAB mengalami kebingungan dengan mengingat nama-nama komponen baru. Dalam kelompok MAB, para siswa tidak mengerti bahwa nilai relatif komponen didasarkan pada volume mereka. Dalam hal kemampuan untuk menggeneralisasi melampaui model, para siswa bingung oleh pergeseran dimensi yang jelas tampak. Model LAB lebih efektif pada penomoran desimal; model LAB digunakan untuk lebih mentransparansi model penomoran; model LAB adalah model lebih efektif untuk penomoran, model LAB model yang lebih baik untuk nomor pembulatan desimal.
Siswa kelas lima lebih susah untuk menggunakan model pembelajaran MAB, mereka harus mencari berulang-ulang untuk mengatasi masalah, sedangkan untuk model LAB mereka lebih mengerti tentang suatu materi. Karena dengan LAB mereka dapat berdiskusi dan bertukar pikiran dalam kerja kelompok.

0 komentar:

Posting Komentar